Full Day School saat ini tengah menjadi perbincangan hangat di dunia pendidikan. Padahal, konsep ini sudah diterapkan di sejumlah sekolah yang ada di Kota Mataram. Salah satunya di Lentera Hati Islamic Boarding School
***
SISTEM Pendidikan Kota Mataram belakangan disibukkan dengan inovasi yang tak karuan arahnya. Mulai dari program Bina Lingkungan yang tak masuk akal jumlahnya, hingga rencana penukaran sekolah.
Masalah itu belum tuntas, kini muncul masalah baru. Kali ini berasal dari pusat. Yakni rencana penerapan Full Day School oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan H Muhadjir Effendy.
Namun, gagasan kontroversial Menteri Muhadjir ini sejatinya bukan gagasan baru. Khususnya di Kota Mataram. Sebab, sudah banyak sekolah di daerah ini yang menerapkannya. Salah satunya Lentera Hati Islamic Boarding School.
Sekolah ini berada di Rembiga, Kecamatan Selaparang. Dari jenjang PAUD, TK hingga Sekolah Dasar (SD), menerapkan sistem Full Day School. Mulai dari pukul 07.00 Wita hingga pukul 16.30 Wita.
Udara siang yang terasa cukup panas menyengat Kota Mataram kemarin seolah tak dihiraukan para murid di sekolah ini. Waktu menunjukkan pukul 11.30 Wita.
Puluhan anak tampak asik melaksanakan berbagai aktivitas. Ada yang berkejar-kejaran, bercanda hingga serius belajar. Mereka tampak didampingi oleh sejumlah guru. Bukan satu, melainkan dua hingga tiga guru per kelas. Ini tentu tidak normal jika dibandingkan dengan sekolah pada umumnnya.
Ketidaknormalan itu sebenarnya sudah bisa dilihat dari beberapa hal. Yang paling gampang dilihat yakni seragam sekolah. Anak-anak di sekolah ini tidak menggunakan baju seragam.
Mereka menggunakan pakaian yang berbeda-beda untuk sekolah. Namun, standar bagi siswa perempuan diwajibkan menggunakan jilbab. Sebaliknya, siswa laki-laki menggunakan baju dan celana panjang.
Sekilas, bangunan Islamic Boarding School nampak seperti bukan sekolah. Karena lebih tepat terlihat sebagai taman bermain. Namun, ada juga beberapa ruangan dimana meja dan kursi yang berbaris rapi dengan white board serta perlengkapan belajar lainnya. Menjelaskan ini adalah sebuah sekolah.
Tapi, kemarin ruangan belajar yang terisi dengan meja dan kursi ini terlihat kosong. Siswa terlihat belajar di salah satu ruangan dimana mereka duduk lesehan.
“Karena sekarang kebetulan lagi jam ngaji. Anak-anak fokus belajar membaca dan menghafalkan ayat serta doa pendek,” kata salah seorang guru di Lentera Hati Islamic Boarding School, Linar Winstiawati.
Ia nampak sibuk mengajarkan anak-anak mengaji secara bergiliran satu per satu. Di dekatnya, salah seorang guru lainnya yang dipanggil siswa ustad juga sedang mengajar. Namanya, Murzazi, ia adalah rekan Linar.
“Bunda sekarang giliran saya ngaji. Tadi pagi saya belum sempat ngaji,” kata Syarifa, salah seorang siswa.
Dengan suara lengking, Syarifa mulai membaca Alquran. Sekilas Syarifa terlihat nakal. Ia terlihat hiperaktif dan tak bisa diam. Giginya yang masih ompong ternyata tidak bisa jadi ukuran untuk menilai kemampuannya. Ia terlihat sangat fasih membaca Alquran.
Kepada wartawan Lombok Post ia mengaku baru berumur delapan tahun. Namun, demikian bacaan Alqurannya sudah cukup lancar. Bocah yang awalnya tidak bisa diam ini seketika berubah tampak serius ketika disimak dan diajarkan ngaji oleh Linar.
Linar sendiri Sejatinya bukanlah seorang guru agama atau guru ngaji. Ia di sekolah ini adalah guru yang mengajarkan pelajaran teknologi dan sains. Mengingat latar belakangnya sebagai alumni FKIP Uram program studi Fisika.
“Karena apapun latar belakangnya, semua guru di sekolah ini adalah mereka harus punya ilmu mengaji. Itu persyaratannya. Sehingga nanti guru bisa mengajarkan anak-anak ngaji,” bebernya.
Linar mengungkapkan, setiap anak di sekolah ini diwajibkan setiap hari untuk mengaji. Mereka juga harus megikuti salat sunah dhuha. Ini yang membuat suasana belajar mengajar di sekolah layaknya pondok pesantren.
Dalam sehari, anak-anak bisa mengaji dua sampai tiga kali. “Tapi kita menerapkan metode pembelajaran yang tidak akan pernah membuat mereka bosan,” terangnya.
Ketika azan bekumandang, para siswa diistirahatkan. Mereka kemudian secara otomatis bergegas menuju musala untuk melaksanakan salat berjamaah. Baru setelah selesai salat mereka diperbolehkan istirahat sambil menikmati makan siang.
Menarik diketahui, dalam setiap kelas, ada dua sampai empat guru yang mendampingi siswa belajar. Ada empat kategori guru di sekolah ini yakni guru kelas, guru minat dan bakat, guru bahasa dan guru ahli islam. Pembelajarannya menggunakan kurikulum 2013.
Konsep pembelajaran tidak hanya mengedepankan kemampuan intelektual. Melainkan pendidikan karakter ahlak islam serta diseimbangkan dengan berbagai kegiatan ekskul.
Setelah istirahat sejak waktu salat dzuhur tiba, pembelajaran kembali dilanjutkan pukul 14.00 Wita.
Mengedepankan metode pembelajaran non formal, sistem pembelajaran tetap didukung oleh sarana teknologi informasi. Ini sebagai upaya lebih memudahkan anak-anak untuk memahami pelajaran yang disampaikan.
Kegiatan belajar mengajar juga tidak dibuat membosankan. Itu diselingi dengan bermain dan berolahraga. Jadwal yang padat mebuat anak-anak tak terasa kalau mereka sudah seharian di sekolah.
“Selain pelajaran kognitif, anak-anak juga akan dibekali dengan ekskul mulai dari wushu, pramuka, sempoa, seni dan musik serta ekskul lainnya. Ini sebagai upaya menyeimbangkan otak kiri dan kanan,” terang Liniar.
Inilah yang menurutnya membuat siswa merasa betah di sekolah. “Kadang orang tua capek nunggu anaknya sampai jam 5 karena mereka keasikan beraktivitas di sekolah. Beberapa siswa juga ada yang nggak mau libur dan minta tetap masuk sekolah,” sambungnya.
Sekolah ini digagas oleh Dosen FKIP Unram yang juga psikolog, Muazar Habibi. Dijelaskannya Full Day School sejatinya bukan sebuah tujuan melainkan hanya instrument. Karena tujuan itu sendiri adalah bagaimana membuat anak cerdas, berkarakter dan lebih bermartabat di kancah internasional.
“Anak-anak akan dilatih lebih mandiri dengan sistem ini. Tinggal bagaimana konsep pembelajaran didesain menyenangkan dan professional,” kata dia.
Sistem pembelajaran ini sebenarnya sangat efektif berdasarkan best practice di negara maju dan berpengalaman. Namun, Full Day School ini sudah banyak dilakukan di pondok pesantren di seluruh wilayah Nusa Tenggara Barat. Sehingga ia merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan dengan sistem full day school ini.
“Syaratnya adalah perlu kajian konferhensip, strateginya dan bagaimana prosesnya. Ini semua perlu didiskusikan secara professional,” tandasnya.
http://www.lombokpost.net/2016/08/11/kolaborasikan-pondok-pesantren-dan-best-practice-negara-maju/