PENDIDIKAN YANG MEMBAHGIAKAN
Oleh : MA. Muazar Habibi
“… Guruku tersayang
Guruku Tercinta
Tanpamu apa jadinya aku.
Tak bisa baca tulis
mengerti banyak hal
Guruku, Terima kasihku ….”
Sungguh menarik dan menyenangkan bila kita mendengar senandung di atas. Dari syairnya dapat dipastikan bahwa pendidikan membuat anak merasa bahagia dan nyaman di sekolah. Kehadiran guru dinantikan, proses pembelajaran dirindukan. Siswa pun berhasil menyerap ilmu yang diajarkan sehingga mereka sangat berterima kasih kepada gurunya.
Bagaimanakah kondisi umum di sekolah, mulai dari motivasi awal berangkat ke sekolah, proses pembelajaran di sekolah, dan saat pulang sekolah? Fenomena siswa terlambat datang ke sekolah masih ada kalau tidak dikatakan banyak, keluarnya siswa dari kelas pada proses pembelajaran atau pada pergantian jam belajar –dengan berbagai alasan—sering terjadi, dan begitu riuhnya siswa berebut keluar dari gerbang sekolah ketika jam belajar usai merupakan fakta nyata dunia pendidikan kita. Artinya, kondisi tersebut mejelaskan bahwa banyak siswa yang belum merasa bahagia dan nyaman di sekolah.
Sikap para pendidik dalam mengawali kelas akan berpengaruh besar terhadap rasa bahagia siswa di sekolah. Guru yang bersemangat mengajar, ramah, melayani dengan hati, memfasilitasi siswa belajar dengan gembira akan berimbas pada semangat dan keberhasilan siswa dalam belajar. Bandingkan dengan guru masuk kelas dengan wajah lesu atau sebaliknya berwajah tegang, marah, atau ekspresi kurang menyenangkan lainnya, tentunya akan memberi aura yang suram di kelas. Ditambah dengan tugas yang melebihi kapasitas waktu dan kemampuan belajar anak, maka hilanglah semangat anak dalam belajar. Yang dirasakan siswa, belajar hanya menjadi beban, kebahagian dan kecintaan siswa akan belajar menguap perlahan, lama-lama menghilang.
*Kondisi di atas diperparah oleh sikap para orang tua yang memberikan tuntutan yang terkadang berlebihan kepada putra-putrinya. Memarahi ketika sang anak tidak memperoleh nilai yang bagus, membentak ketika sang anak tak sanggup melakukan hal-hal yang bisa dilakukan anak lain seusianya. Orang tua memaksa anak belajar lebih keras dengan les-les tambahan. Imbasnya sang anak sering kali kehilangan waktu bermain, kehilangan masa-masa menyenangkan berinteraksi dan belajar dari alam sekitarnya. Bila kondisi demikian terus berlanjut, dapat diprediksi pendidikan yang kita lakukan hanya akan menghasilkan siswa yang mungkin pintar otaknya tapi merana jiwanya. Bisa jadi kelak ia akan menjadi ahli, namun ilmunya tidak bermanfaat untuk diri dan lingkungannya.*
_*“Pendidikan harus menjadi sesuatu yang membahagiakan, Kalau pendidikan jadi penderitaan, itu mengerikan sekali,”.*_ Oleh karena itu, kebahagian dalam proses pendidikan diperlukan agar siswa bisa mencapai tujuan belajar dengan baik. Proses pendidikan yang membahagiakan akan melahirkan siswa yang cinta akan ilmu dan belajar. Semboyan _*“Long Life Education”*_ yang dicontohkan oleh teladan kita nabi Muhammad SAW, jadi trend gaya hidup yang melekat pada semua orang. Menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Guru sebagai insan pembelajar tentu perlu terus mengasah empat kompetensi yang wajib dimilikinya, yakni kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Para orang tua pun perlu menjalin komunikasi yang intens dengan sekolah agar program pendidikan yang dijalani anak di sekolah sealur dengan proses pembinaan orang tua di rumah. Semua pihak sepakat untuk meningkatkan kompetensi anak bukan kompetisi anak. Perlu ditanamkan dengan benar paradigma pendidikan adalah membahagiakan bukan menegangkan apalagi mencemaskan. Bukankah siswa yang bahagia akan lebih mudah menerima ilmu dan tugas apa pun yang diembankan kepadanya?
Kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru. Siswa yang menjadi peran utama. Guru di kelas hanya mengarahkan dan membimbing siswa agar mencapai target pembelajaran yang diprogramkan. Di setiap proses pembelajaran, siswa mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan materi yang dibahas hari itu. Sekolah menjadi meriah dengan proses keilmuan yang dijalani semua siswa.
Domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang menjadi tiga unsur penting dalam keberhasilan pembelajaran siswa di Kurikulum 2013 akan mudah diaplikasikan bila siswa merasa bahagia dengan proses pendidikan yang dijalaninya. Oleh karena itu, penguasaan model pembelajaran penting untuk guru. Guru bisa meramu dan memvariasikan kegiatan pembelajaran di kelas sehingga siswa tidak jenuh dalam belajar.
“`Tidak kalah penting, faktor keteladan guru dalam belajar berpengaruh pula akan keberhasilan belajar siswa. Siswa akan meniru dengan cepat bila guru mencontohkan dan melakukan pembiasaan sikap-sikap positif secara terus menerus. Siswa senang belajar karena gurunya pun selalu belajar untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Rasa tanggung jawab siswa bisa kita tumbuhkan dengan pemberian tugas sederhana yang bisa dilakukan sesuai kemampuannya. Misalnya meminta para siswa untuk mempunyai proyek taman sekolah sekitar kelasnya. Mereka yang merencanakan, menganggarkan biaya pembuatannya, dan memeliharanya ketika sudah jadi. Guru pun ikut peduli, merawat dan menjaga kebersihan dan kenyamanan sekolah.“`
*Hal yang patut digarisbawahi juga adalah bahwa para orang tua dan guru perlu berkeyakinan bahwa setiap anak adalah unik dan istimewa. Tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah mereka belum menemukan orang yang tepat dalam membimbingnya sesuai dengan keistimewaan yang dimiliki sang anak. Setiap dari mereka berbeda, tugas kita untuk menemukan keistimewaan pada diri anak agar kita bisa membimbingnya menjadi manusia yang sukses, bahagia, dan berguna bagi diri, keluarga, dan bangsanya. Semoga kita bisa, Amin.*
Abah Muazar Habibi
Pengasuh Pesantren LENTERAHATI Islamic Boarding School.