TIAP ANAK ADALAH ISTIMEWA
Oleh : MA. Muazar Habibi
Bill Gates: *”Aku dulu gagal dalam beberapa mata pelajaran tapi salah satu temanku lulus. Sekarang temanku itu menjadi salah satu Insinyur di perusahaan Microsoft, dan aku pemilik Microsoft itu”.*
_Anakmu bukan milikmu, mereka putra putri sang Hidup yang rindu pada diri sendiri_
_Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau_
_Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu_
_Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu_
_Sebab mereka ada alam pikiran sendiri_
_Patut kau berikan rumah untuk raganya, tapi tidak untuk jiwanya_
_Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau kunjungi meski dalam mimpi_
_Kau boleh berusaha menyerupai mereka, namun jangan membuat mereka menyerupaimu_
_Sebab kehidupan tidak berjalan mundur, pun tidak tenggelam di masa lampau_
_Kaulah busur, dan anak-anakmulah anak panah yang meluncur_
_Sang pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian_
_Dia merentangmu dengan kekuasaan-Nya, hingga anak panah itu melesat jauh serta cepat_
_Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah_
_Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat_
_Sebagaimana dikasihi-Nya pula busur yang mantap_
*_-Kahlil Gibran-_*
Anak, selain sebagai penyejuk mata kedua orang tuanya, juga bisa berperan menjadi fitnah yang bisa menggoda, bahkan berpotensi menjerumuskan orang tuanya menuju jurang kenistaan. Cobaan ini bisa terjadi lantaran fitrah orang tua yang sangat mencintai anak-anaknya, sehingga terkadang apa pun yang menjadi tuntutan kebutuhan sang anak, selalu berusaha dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan tanpa reserve ini bisa menjadi salah satu sumber fitnah. Tak mustahil membebani kemampuan orang tua, sehingga tatkala tak terpenuhi, ia bisa menimbulkan intrik (masalah).
Fitrah sebagai khalifah menyiratkan pentingnya jiwa eksploratif, kritis tanpa batas. Untuk itu, sudah seharusnya sistem pengembangan _human capital_ dan pendidikan yang islami dapat mendorong siswa didik untuk berpikir merdeka, kritis, inovatif dan terbuka. Pendidikan yang sesuai dengan fitrah manusia.
Kitabullah seharusnya menjadi dasar dari segala dasar penyusunan sistem pendidikan nasional, yang di dalamnya jelas-jelas menyampaikan bahwa tidak hanya edukasi kognitif semata namun juga pentingnya pengembangan kapasitas yang dibutuhkan di era kompetisi global ini yang melianis.
“`Anak tidak bisa dipaksakan menurut kehendak dan fitrah orangtuanya, namun anak harus dididik menurut fitrah dirinya, kalau menurut Gardner, fitrah seorang anak itu adalah didik menurut multuple kecerdasannya karena Allah menciptakan anak tak pernah sama karakter apalagi kecerdasan dan kemampuannya“`
Pada akhirnya fitrah manusia didasarkan pada penyembahan yang sempurna dari seorang manusia kepada penciptanya adalah menjadikan dirinya sebagai mandataris Allah subhanahu wa ta’ala di muka bumi dalam mengelola alam semesta.
Mandataris Allah ini salah satunya ditunjukkan dengan sikap kasih sayang dalam mendidik anak-anak. Kasih sayang yang tetap terwarnai dengan ketegasan dan kelembutan. Siapa pun menyukai kelembutan, sikap simpatik dan *berdasarkan pada fitrah seorang anak*. Hal ini sudah menjadi tabiat manusia, mereka lebih menyenangi sosok-sosok anak yang dianggap sesuai dengan keinginan orangtua. Cerminan implementasi kasih sayang ini telah dicontohkan Rasulullah dan beliau tidak menyenangi orang yang tidak mempunyai rasa kasih sayang kepada anak-anaknya.
Apabila rasa cinta, kasih sayang orang tua (dan pendidik) kurang tercurahkan pada diri anak-anak dan selalu membandingkan kelebihan anak satu dengan lainnya dan anaknya dengan teman-temannya, tak mustahil sang anak akan tumbuh sebagai pribadi yang berperilaku aneh di tengah komunitasnya. Misalnya, tidak pandai berinteraksi dengan orang luar, kurang memiliki kepercayaan diri, kurang memiliki kepekaan sosial, tidak mampu menumbuhkan semangat gotong royong atau pun pengorbanan. Kelak, kadang-kadang ia tidak bisa menjadi ayah yang penyayang, atau pasangan yang baik interaksinya dan efek negatif lainnya. Oleh sebab itu, merupakan kewajiban bagi orang tua untuk memenuhi kebutuhan cinta kasih kepada anak-anaknya.
Layak direnungkan perkataan Ibnu Khaldun, ”Barang siapa yang pola asuhannya dengan kekerasan dan otoriter baik (ia) pelajar atau budak, atau pun pelayan, maka kekerasan itu akan mendominasi jiwanya. Jiwanya akan merasa sempit dalam menghadapi kehidupan. ketekunannya akan sirna, dan menyeretnya kepada kemalasan, dusta dan tindakan keji. Yakni menampilkan diri dengan gambar yang berbeda dengan hatinya lantaran takut ayunan tangan yang akan mengasarinya.”
Orang tua yang sukses dalam mendidik anak harus menjauhi cara-cara membandingkan satu dengan lainnya *karena Allah telah menciptakan manusia dengan penciptaan sempurna dan paling baik diantara mahluk lainnya*, maka ketika Allah memberikan anugrah amanah seorang anak apapun kondisinya. Ia adalah yang terbaik yang diberikan Allah pada kita.
Abah Muazar Habibi
Pengasuh Pesantren Lenterahati Islamic Boarding School
*Note* “`Abah Muazar Habibi adalah salah satu anak yang dilahirkan dengan disleksia dan hemophilia, namun karena didik oleh orangtua yang memahami kekurangan anaknya, maka Allah memberikan kemudahan pada setiap ikhtiar dari Abi dan ummi (allhuma yarham) mengasuh dan mendidik sampai saat ini menjadi seperi ini.“`
*Semoga Allah melapangkan kubur beliau berdua dan kelak Rasulullah memberikan syafaat kepada beliau berdua. Amin.*
Abah Muazar Habibi
Pengasuh Pesantren Lenterahati Islamic Boarding School