PENDIDIKAN YANG MEMBAHAGIAKAN MODAL KEBERHASILAN MASA DEPAN ANAK.
Oleh : MA. Muazar Habibi
Salah satu fungsi dari lembaga pendidikan adalah membentuk kompetensi siswa untuk mecapai kebahagiaan. Salah satu dasar untuk mencapai kebahagiaan sebagai kaum terdidik adalah mempunyai kemampuan untuk memberi manfaat kepada manusia lainnya.
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289).
Sejatinya esensi dan hakikat kemanusiaan tidak akan pernah berubah yaitu kemanfaatan bagi orang lain dan alam, namun dinamika sains dan tehnologi yang acap kali menggerus nilai-nilai moral, etik dan agama. Karena itu, hemat saya, orientasi baru pedagogi yang semestinya dikembangkan ke depan adalah antara lain pendidikan yang membahagiakan dan bukan mencerdaskan; pendidikan yang menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, alam dan tehnologi; dan pendidikan yang mengintegrasikan potensi jasad, akal, dan qalbu.
Yang menjadi tujuan akhir (ultimate goal) dari pendidikan sesungguhnya adalah kebahagiaan dan bukan kecerdasan. Karena kecerdasan, sesungguhnya hanyalah sarana atau prakondisi menuju kebahagiaan, bukan tujuan akhir dari pendidikan, sebagaimana tercantum dalam Mukaddimah UUD 1945 maupun dalam UU Sisdiknas No. 30 Tahun 2013.
Kecerdasan bukan segalanya, bahkan cukup banyak ilmuwan yang mati bunuh diri karena depresi dan putus asa. Sekedar menyebut beberapa saja dari deretan ilmuwan besar dunia yang mati bunuh diri, ada Nicolas Leblanc, ahli kimia dan ahli bedah berkebangsaan Prancis yang terkenal, Alan Turing matematikawan terkemuka Inggris, Ludwig Eduard Boltzmann fisikawan Austria yang terkenal di bidang mekanika statistik dan termodinamika statistik, Edwin Armstrong insinyur listrik Amerika yang menemukan radio FM, dan masih banyak lagi.
Para ilmuwan besar dunia itu, adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan luar biasa. Namun mereka tidak bahagia karena jauh dari agama dan praktik pendidikan yang berorientasi pada bagaimana meraih kebahagiaan melaui Agama. Agama mengajarkan orang bisa meraih kebahagiaaan baik di dunia maupun akhirat. Artinya, baik yang cerdas, setengah cerdas dan kurang cerdas pun harus meraih kebahagiaan.
Secara pedagogik, pendidikan yang membahagiakan adalah pendidikan yang bisa mempertahankan jati diri dan hakikat kemanusiaan peserta didik dan mengarahkan mereka menjadi manusia mandiri yang sadar untuk kembali kefitrahannya. Saalah satu praktik sederhana dari pendidikan yang membahagiakan adalah saat kita bisa memberikan sebahagiaan rezeki kita kepada mereka yang membutuhkan. Karena itu, hemat saya, orientasi pedagogi ke depan adalah bagaimana memberikan teladan dan edukasi yang terus-menerus tentang pentingnya sikap-sikap positif sebagai prakondisi meraih kebahagiaan.
Meraih kebahagian itu, sungguh sederhana. Yakni saling berbagi, saling mengajak kepada kebaikan dan menghindari kemungkaran, saling peduli, saling tolong-menolong, saling mengingkatkan dan nasehat-menasehati, saling memaafkan, saling asah, asih dan asuh, empati, simpati, cinta dan sayang, saling menghormati. Semuanya nilai-nilai luhur itu yang diperintahkan Allah Ta’ala.
Manusia Indonesia yang harus dibangun ke depan adalah manusia yang mampu membangun hubungan dan pola relasi yang seimbang dan proporsional dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama, alam, dan tehnologi.
Muara dari keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, alam dan tehnologi mesti menciptakan dedikasi dan penghambaan yang totalitas kepada Allah SWT, meraih kebahagiaan, menyelamatkan dan memakmurkan bumi dan alam, dan menempatkan tehnologi sekedar alat untuk menambah kualitas hidup (quality of life) manusia dan meningkatkan daya saing suatu produk kreatif.
Maka dari awal Lenterahati Islamic Boarding School telah bertekat bulat membuat suasana belajar yang membahagiakan, karena dengan sistem dan cara belajar yang membahagiakanlah seorang anak akan mampu mengejawentahkan kemampuannya kelak untuk manfaat bagi sesama dan selama ia menempuh pendidikan yang membahagiakan maka proses transformasi ilmu akan mudah diserap oleh sang siswa apalagi dibarengi dengan keteladanan oleh para gurunya.
Semoga manfaat.
Abah Muazar Habibi Psikolog
Pengasuh Pesantren Lenterahati Islamic Boarding