Musibah dan Ujian itu Tak Akan Terus Berlanjut! Akan ada Kebahagiaan Setelahnya.
Oleh: MA Muazar Habibi
Ketika senyum ini merekah, bukan berarti tanpa ujian yang saya lalui. Bertubi-tubi ujian dan persoalan silih berganti datang sebelum rahmat keberhasilan ini saya raih.
Mulai dari ujian kesehatan, yang mungkin sebagian orang melihat bahwa secara fisik saya terlihat sehat, tetapi Allah menitipkan sebuah ujian penyakit Hemophili yang saya rasakan sejak mulai dalam kandungan.
Banyak hikmah kenapa saya dianugerahkan Allah dengan penyakit itu, karena Allah tau watak dan sikap saya tak bisa dibendung. Mobilisasi yang tunggi dan pantang menyerah, maka sebagai rem-nya, Allah menitikkan sebuah anugerah Hemophilia agar aktifitas saya terbatasi dan selalu ingat Allah bahwa untuk sehat itu perlu perjuangan dan disyukuri.
Beranjak dari pernikahan, saya dan istri telah mengalami banyak lika-liku kehidupan yang sangat panjang ceritanya. Mulai dari yang mengharu biru hingga hijrah ke Lombok dan berjualan serta menjadi sales sebuah produk alat dapur walau berijazah luar negeri.
Pernah harus menitipkan istri dan Jundu bayi di Masbaqik Lombok Timur saat harus hilir mudik menjadi staf Menag waktu itu pak Prof Malik Fajar dan kemudian bekerja di RS Muhammadiyah Lamongan dan akhirnya hijrah ke Mataram.
Pun awal kehidupan di Mataram harus memulai dari awal, berbekal sepeda ontel saya mengajar sambil menunggu SK Dosen terbit saya mengajar di Universitas Muhammadiyah Mataram dan IKIP Mataram.
Kemudian SK Dosen terbit, mulailah menatap sebagai dosen di FKIP dan Kedokteran Unram walau masih bersepeda ontel.
Rutinitas saya lalui sedemikian rupa, hingga saya putuskan untuk sekolah dan ditengah sekolah lagi dengan mengambil twin program dengan Australia pada akhir semester saya terserang HNP, yaitu syaraf tulang belakang yang terjepit karena pernah trauma kecelakaan saat dinas di Sampit Kalbar saat kasus perang suku.
Saya hampir pasrah, namun sang Istri memberikan sugesti yang luar biasa dan saya lihat Jundu kecil butuh figur seorang ayah yang berpendidikan tinggi dan berkarya untuk masyarakat.
Kemudian Alhamdulillah genap 12 bulan saya lalui twin program dengan predikat suma cum laude diantara ujian sakit lumpuh yang saya derita.
Atas izin Allah, penyakit itupun sirna walau dokter menyampiakan kesembuhan hanya 50% dan harus oprasi pun resikonya tinggi karena Hemophilia yang saya derita, bisa pendarahan atau bahkan lumpuh total. Saya pilih untuk berikhtiar dengan latihan dan sugerti diri serta tak henti berdoa. Akhirnya sehat kembali.
Tak ada yang dilakukan selain mengajar, saya berinisiatif membantu salah satu lembaga pendidikan yang waktu itu dari lokasi satu ke lokasi lainnya berpindah kontrakan, lalu saya sampaikan ke rapat qiyadah saya siap membantu, dan Alhamdulillah dengan konsep yang belum pernah ada di NTB sekolah itupun berkembang dengan pesat.
Namun kemudian ujian itu datang kembali, tak disangka apa yang saya lakukan di lembaga itu seperti debu yang tertiup angin. Jika ingin menganti, tak perlu harus mencari kesalahan untuk memfitnah dan tibalah suatu saat saya dibacakan 9 kesalahan saya yang sampai saat ini saya tek pernah tau fakta dan data kesalahan itu, namun waktu itu harus tunduk pada pimpinan lembaga, maka saya memilih mundur dan kembali ke kampus. Awal berdirinya sekolah itu dengan menempati lahan kosong belum ada dana sama sekali, saya beranikan diri untuk berhutang ke Bank dengan jaminan diri dan aset yang saya miliki, istri waktu tandatangan di Notaris “menitikkan air mata, abah jika nanti ini ada persoalan, bagaimana nasib aset dan kita, karena kita yang bertandatangan?” Saya yakinkan istri, Allah yang akan mengantinya dan saya yakin karena ini jamaah, maka orang-orangnya akan amanah. Tanpa disangka, gejolak hati istri itu menjadi kenyataan dan akhirnya saya harus mengalah, terasingkan dan disalahkan.
Saya tetap tak bisa diam, hanya berselang beberapa tahun istirahat dalam lembaga pendidikan selain di Unram saya mulai lagi membuka sekolah yang awalnya saya beri nama Sekolah Karakter Indonesia Lenterahati, menyewa 4 ruko dengan siswa hanya 14 anak.
Kemudian datang tawaran dari keluarga, namanya keluarga dengan diskusi panjang akhirnya tawaran untuk MoU dan memindahkan sekolah yang saya rintis dengan menyewa ruko pindah ke rumah keluarga yang ada di Jl. Adisucipto. Dulu, rumah itu hanya berpenghuni yang punya beserta anak-anaknya. Sepi tanpa kegiatan apapun, kemudian bermodal kepercayaan yang punya rumah membangunkan ruang PAUD karena dari tahun ke tahun siswa mulai bertambah, saya buka SD dan karena kurang ruangan saya bersama istri kembali ke bank untuk meminjam dan membangun ruangan untuk SD dan Alhamdulillah dapat bantuan pemerintah untuk fasilitas Kamar Mandi yang bagus dan berstandar layak. Beberapa tahun kami bahagia karena bisa menjalin kerjasama dengan baik dengan keluarga, saya berfikir mungkin ini cara Allah menganti impian dulu yang telah berlalu.
Ternyata tanpa disangka, mulai satu, dua dan tiga persoalan muncul, MoU yang kita buat seolah tiada artinya. Saya waktu itu belum berfikir macam-macam masih berpositif saja, bahwa mungkin karena usia beliau tak sadar telah banyak mencampuri urusan internal manajemen.
Namun ternyata betapa kagetnya saya dan semua keluarga, LENTERAHATI masih disana, tetapi di depan sudah terpasang plang nama sekolah lainnya. Usut punya usut bahwa salah satu menantunya mengkuisisi lembaga pendidikan yang pailit kemudian akan pindah ke tempat dimana LENTERAHATI berada yang semua bangunan dan asetnya adalah kami yang bangun walau diatas tanah mereka.
Kami semua, seolah menjadi tamu, 2 tahun terakhir diberikan deadline untuk bisa pindah dan anehnya saya harus menyewa gedung dimana gedung itu kami yang bangun dengan dana infaq walisantri Lenterahati.
Saya mau protes! Saya mau perkarakan secara hukum, namun keinginan itu berhenti karena melihat para siswa nanti harus dibawa kemana karena belum punya gedung sendiri dan kalau berpekara hukum, maka hilangkan silaturrahim kekeluargaan.
Saya iyakan untuk menyewa selama 2 tahun, sambil di hitung sewa mundur 3 tahun sebelumnya. Untuk menyelamatkan siswa kami mengiyakan tawaran itu.
Maka kemudian, diawal tahun saya dan istri umroh. Bermunajat di tempat-tempat doa mustajab mulai dari Multazam hingga Raudhoh. Pagi sore kami berdoa dihadapan Ka’bah dan kemudian balik lagi.
Wa syukurilah ada tawaran dari sebuah bank syariah tekemuda dengan kemudahan angsuran, 6 bulan sudah berjalan usulan itu, tiba-tiba tanpa info yang jelas dari usulan dana pinjaman yang kami ajukan hanya bisa turun kurang dari 1/2, tentu ini tak mencukupi 0untuk membangun gedung PAUD hingga SD dengan daya tampung 200 siswa.
Allah berkehendak lain, yang menjawab doa di Raudhoh, datanglah direktur BNI Syariah dengan menawarkan kemudahan kemudian, dilanjut dengan MoU peminjaman dan dimulailah pembangunan gedung Lenterahati Lantai 4 di Ireng Jaya.
Pada awal pembangunan, semua sesuai rencana. Namun kemudian ujian itu datang kembali, saat kontrak habis di Adisucipto dan siswa harus dipindah, gedung Lt 1 dan Lt 2 belum rampung sesuai jadwal, kemudian saya harus pagi malam mengerahkan tukang, dan ternyata banyak persoalan yang tak saya tau semenjak pembangunan. Di saat lantai 1 hampir rampung, sang kontraktor kecelakaan dan meninggal.
Awalnya saya mengira bahwa dana yang ada mencukupi sampai lantai 2, entah apa yang terjadi. Ternyata tukang belum dibayar, bahan bangunan, besi dan sejenisnya masih hutang hingga kemudian kami yang menanggung pembayaran dan hutang bahan bangunan.
Namun Allah memiliki rencana Indah, saat gempa melanda dengan hebat di Lombok, lantai 2 dan 3 baru rekonstruksi hingga tak ada kerusakan apapun. Lantai 1 pun hanya retak-retak saja padahal gempa begitu meluluh-lantakkan Lombok dan Lokasi LENTERAHATI dekat dengan episentrum gempa, namun Allah maha kuasa atas segalanya.
Hingga akhirnya, sudah 3 tahun ini kami menempati gedung Ireng dan mengelola kampus 2 di Jempong milik kakak yang Alhamdulillah semua nya dimudahkan Allah dan bahkan menjadi sekolah percontohan nasional bidang karakter dan sekolah dan pesantren pertama yang berbasis online.
Tentu Allah akan menganti ujian dengan kebahagiaan dan keberhasilan. Walau serasa hidup ini tanpa henti air mata namun akhirnya bisa senyum dengan keberhasilan yang ada.
KITA harus sadar dan yakin bahwa saat menghadapi ujian, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui kondisi kita. Oleh karena itu, Dia tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam al-Qur’an:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…” (al-Baqarah: 286).
Selain itu, kita juga harus ingat bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya. Inilah bukti cinta kasih Allah kepada kita, sebagaimana firman-Nya berikut:
“Karena sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (al-Insyirah: 5-6).
Allah pasti akan menepati janji-Nya dan tidak ada keraguan dengan itu. Yakinlah bahwa kemudahan akan kita dapatkan setelah mengalami berbagai kesulitan.
Jalan keluar dari berbagai kesulitan juga ditopang dengan ketakwaan seseorang. Allah senantiasa memberikan kemudahan dan jalan keluar bagi orang-orang yang bertakwa. Ingatlah dan renungkanlah firman Allah berikut:
“…Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arab yang tiada disangka-sangkanya. Dan, barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya….” (ath-Thalaaq: 2-3).
Kita harus selalu yakin bahwa pertolongan Allah itu dekat, dan berharaplah yang baik-baik kepada-Nya. Allah berbuat kepada hamba-Nya sesuai harapan hamba-Nya, maka hendaknya ia selalu berprasangka baik kepada Allah. Sebab, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam dalam hadits dari Bukhari dan Muslim, Allah akan memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan prasangkanya kepada Allah.
Ingatlah, seberat apa pun ujian yang kita pikul, masih jauh lebih berat ujian yang menimpa Rasulullah dan para sahabat. Meskipun mereka mendapatkan ujian yang begitu berat, namun mereka tetap ridha, bersabar, ihtisah, dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Mereka yakin bahwa Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan dan memberikan ganti yang lebih baik.
Untuk itu, bersabarlah. Karena sesungguhnya, kebahagiaan yang hakiki adalah di akhirat, dan kebahagiaan terbesar ialah saat menghadap Allah ‘Azza wa Jalla; bukan kebahagiaan di dunia. Selama ajal belum menjemput, manusia akan terus mendapatkan ujian, baik berupa kenikmatan maupun kesusahan, hingga ia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.
Hidup adalah perjuangan. Oleh karena itu, tidak mungkin kita terlepas dari ujian dan cobaan, apalagi kita telah mengaku sebagai muslim, mukmin, muhsin, atau bahkan mujahid. Tentunya, ujian akan datang semakin bertubi-tubi.
Ujian tersebut bukan berarti Allah membenci kita. Tapi, justru ujian merupakan tanda cinta Allah kepada kita. Ketika Allah memberikan ujian dan cobaan, berarti Dia sedang mengingat dan mengasihi kita. Semakin Allah mencintai kita, akan semakin banyak ujian yang kita dapatkan. Oleh karena itu, jangan pernah takut menghadapi ujian, serta hadapilah dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
“Di balik segala duka tersimpan hikmah yang bisa kita petik sebagai pelajaran. Dan, di balik segala suka tersimpan hikmah yang mungkin bisa menjadi cobaan. Cobaan dan ujian akan mendekatkan diri kita kepada Allah, serta akan mengajarkan kita cara berdoa, sekaligus untuk menghilangkan kesombongan, ujub, dan rasa bangga berlebihan pada diri kita. Dan, ujian juga akan mengantarkan kita untuk merasakan cinta Allah, karena Dia mengajarkan cinta-Nya melalui cobaan dan ujian.”
Abah Muazar Habibi Pengasuh Pesantren Lenterahati Islamic Boarding School