KETIKA SI KAYA BERJIWA MISKIN

“Pak, ke supermarket yang disimpang jalan Makmur ya? Berapa?” Tanya seorang wanita kepada seorang bapak tukang becak

“Lima belas ribu bu,”

“Kok mahal, dua belas ribu ajalah Pak?” tawarnya

“Tambah seribu ya bu?”

“Alah udahlah Pak, segitu aja..”

“Yaudahlah bu, mari saya antar.” Jawab si bapak.

Padahal supermarket yang dimaksud si ibu jaraknya lumayan jauh. Tapi mau bagaimana lagi, sudah sebulan ini penumpang sangat jarang. Sedangkan hari ini saja, meski sudah dari pagi si bapak keliling, namun baru ini dia mendapatkan sewa.

Panasnya terik siang ini dihadapi bapak penarik becak dengan senyum. Hatinya merasa sedikit lega, karena hari ini dia akan pulang membawa beras. Tadi sebelum berangkat mencari nafkah, sang istri memberitahu bahwa persediaan beras sudah tidak ada lagi. Gak usah muluk-muluk, asal bapak bawa beras aja ibu sudah sangat bersyukur. Ucapan sang istri masih terbayang dimatanya.

“Bapak tinggal dimana?” Tanya si ibu penumpang yang membuyarkan konsentrasi si bapak

“Oh, saya tinggal di ujung jalan Rajawali bu..”

“Yang dekat pom bensin itu ya Pak?”

“Iya bu..”

“Anaknya berapa Pak?” Tanya si ibu itu lagi. Sang bapak pun menjawab setiap pertanyaan penumpangnya dengan sopan.

“Anak saya tiga bu. Yang paling besar sudah SMU kalau yang bungsu baru SD kelas satu,”

“Lumayan banyak ya Pak? Jadi penghasilan bapak kayakmana, apa cukup?” Ibu itu terus bertanya, sepertinya dia seorang yang sangat peduli dan perhatian

“Alhamdulillah bu, cukup gak cukup harus disyukuri, hhehe..”

“Hmm..kalau biasanya dapat berapa Pak?”

“Dulu sebelum ada wabah gini, saya pulang bisa bawa lima puluh sampai enam puluh ribu bu. Tapi semenjak corona, penumpang sepi. Paling banyak cuma tiga puluh ribu. Tapi ya alhamdulillah bu, yang penting ada.” Jelas si bapak dengan tersenyum

“Itu paling banyak ya Pak? Jadi paling minimal dapat berapa?”

“Gak dapat apa-apa bu. Nol, hhehe..” ucap bapak sambil garuk kepala yang meskipun tidak gatal

“Oalah kasihan..” lanjut si ibu penumpang, setelah itu dia sibuk memainkan gawainya. Akhirnya setelah lima belas menit perjalanan, mereka pun sampai di sebuah supermarket.

“Nih Pak?” Si ibu menjulurkan uang kertas lima belas ribu rupiah

“Maaf bu, tapi saya gak ada kembaliannya. Soalnya baru ibu yang numpang di becak saya,” ucap si bapak yang memang berangkat dari rumah tadi tidak membawa uang sepeser pun.

Si ibu memeriksa kembali dompet tebalnya. Tapi dia tidak menemukan uang pecahan disana. Di dompetnya yang ada cuma uang-uang berwarna merah dan biru.

“Aduh gimana ya Pak. Saya gak punya uang pecah?”

Si bapak mencoba merogoh-rogoh celananya, berharap ada selipan uang ribuan. Namun hasilnya nihil.

“Gimana Pak, ada? Agak cepatlah Pak, udah panas kali ini.” ucap ibu itu sambil mencoba menutupi kepalanya.

“Bentar ya bu, saya coba tukar dulu.” Si bapak pun menoleh kanan kiri, tapi tidak ada satupun yang terlihat bisa menukarkan uang pecahan.

“Yaudahlah bu gak apa-apa. Segini aja sama saya,” dikembalikannya uang lima ribu tersebut. Dan si bapak hanya mengambil sepuluh ribu. Tanpa basa basi ibu penumpang menerima uang yang diberi si bapak. Kemudian dia berlari kecil masuk kedalam supermarket.

Kini tinggallah sang bapak yang memandangi uang sepuluh ribu itu. Hatinya sedikit perih karena sudah menghayalkan pulang nanti akan membawa beras setengah kilo dan sisanya dibelikan telur. Namun dia mencoba pasrah dan ikhlas.

“Semoga istri dan anak-anakku tetap sabar menjalani hidup ini. Dan biarlah uang dua ribu tadi ku niatkan sedekah buat si ibu,” ucap sang bapak sambil menatap uang pecah sepuluh ribu di tangannya.

Apakah ada orang kaya bermental miskin…? Jawabnya : BANYAK… Sekali

Rasulullah SAW bersabda, “Andai Bani Adam memiliki dua lembah yang penuh dengan harta, maka dia akan mencari lembah yang ketiga. Dan, tidak ada yang bisa memenuhi perut bani Adam kecuali tanah (yaitu kematian)” (HR Bukhari dan Muslim).

Semua rezeki bersumber dari Allah SWT. Terkadang, Allah luaskan rezeki kepada seseorang, terkadang Allah sempitkan. Tugas kita adalah menerima semua putusan Allah dengan sabar, syukur, dan qanaah (merasa cukup) dengan apa yang Allah karuniakan.

Namun, kebanyakan kita terkalahkan oleh hawa nafsu sehingga merasa tidak pernah cukup, bahkan selalu merasa kurang dan bermental miskin. Demikianlah umumnya manusia, betapa pun banyak yang Allah berikan, terasa kurang dan tidak pernah cukup.

Penyakit mental miskin ini bukan hanya dimiliki oleh orang Indonesia, diberbagai negara lain mental seperti ini juga menjadi bagian kehidupan mereka.

Ketakutan pikiran, tidak mau membantu, senang dengan kesusahan orang lain (terutama) dalam hal harta benda merupakan ciri utama mental ini. Pemilik mental ini bukan berarti orangnya miskin secara harta, malah banyak sekali orang-orang bermental miskin ini justru memiliki harta benda yang berlimpah.

Semoga bermanfaat 👍.

Selamat pagi selamat beraktivitas, tetaplah berbuat baik dan jangan lupa bahagia, aamiin..

Diambil dari Grup SAHABAT banyak ditambahkan oleh Abuya Muazar Habibi

Tinggalkan Balasan