Apa sejarahnya dan bagaimana awal mula Hari Santri Nasional di Indonesia ditetapkan?

Hari Santri Nasional di Indonesia diperingati pada 22 Oktober setiap tahunnya sejak 1945, ini artinya usianya sama dengan hari kemerdekaan Indonesia yakni ke-77 di tahun 2022. Hari Santri Nasional 2022, akan bertepatan pada hari Sabtu, 22 Oktober 2022 atau 26 Rabiul Awal 1444 Hijriyah.

Lalu bagaimanakah sejarahnya hari santri Nasional ditetapkan?

Tanggal 22 Oktober 2015 menjadi hari yang bersejarah bagi para santri di Indonesia. Pada tanggal tersebut Presiden RI Joko Widodo mengesahkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun 2015 terkait penetapan Hari Santri Nasional yaitu pada tanggal 22 Oktober. Presiden Jokowi dalam pidatonya saat pengesahan Hari Santri Nasional menyatakan: “Hari Santri Nasional ditetepkan sebagai wujud peringatan terhadap perjuangan-perjuangan para tokoh santri seperti K.H Hasyim Asy’ari, K.H Ahmad Dahlan, dan tokoh-tokoh santri lainya dan dengan berbagai pertimbangan maka 22 Oktober diputuskan sebagai Hari Santri Nasional.

Penetapan Hari Santri Nasional tersebut mendapatkan respons dari berbagai kalangan. Respons terhadap penetapan Hari Santri Nasional dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: kelompok yang setuju dengan penetapan hari santri dan kelompok yang menolak adanya penetapan Hari Santri Nasional. Golongan pro-penetapan Hari Santri Nasional mayoritas dari kalangan Ulama’ dan santri salaf tulen yang umumnya berasal dari pesantren-pesantren tradisonal. Mereka beralasan bahwa penetapan Hari Santri Nasional merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap golongan santri yang merupakan salah satu elemen penting dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Sebuah bentuk penghargaan atas perjuangan-perjuangan yang dilakukan kalangan pesantren sejak pra kemerdekaan Indonesia maupun dalam rangka mengisi kemerdekaan itu sendiri. Adapun golongan kontra penetapan Hari Santri Nasional merupakan masyarakat, organisasi masyarakat, maupun santri yang cenderung berpandangan modern. Mereka berpendapat bahwa Hari Santri Nasional tidak terlalu relevan untuk ditetapkan dengan alasan Indonesia merupakan negara multikultur yang berasal dari berbagai budaya dan agama, sehingga kebijakan-kebijakan publik yang terlalu sentral seperti penetapan hari santri ditakutkan menjadi semacam pembatas antara santri dan non-santri.

Secara spesifik, perdebatan pro-kontra tersebut melibatkan banyak organisasi masyarakat. Lembaga Persaudaraan Ormas Islam (LPOI) yang terdiri dari: Nahdhatul Ulama’, Syarikat Islam Indonesia, Persatuan Islam (PERSIS), Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Matlalul Anwar, Al-Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ikatan Da’I Indonesia (IKADI), Azzikra, Al-Washliyah, Persatuanhar Tarbiah Indonesia (PERTI), dan Persatuan Umat Islam (PUI) merupakan penggalang dukungan atas ditetapkannya hari santri pada tanggal 22 Oktober. Mereka beralasan penetapan hari santri merupakan apresiasi yang sangat tepat dan bisa menjadi motivasi baru para santri untuk bisa lebih berbuat banyak terhadap bangsa dan negara. Selain itu, tanggal 22 Oktober bagi Nahdhatul Ulama’ merupakan tanggal bersejarah di mana K.H Hasyim Asy’ari sang pendiri NU mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad yang membakar semangat perjuangan para santri dalam melawan penjajah.

Di sisi lain golongan yang bisa dikategorikan sebagai kontra adalah organisasi masyarakat terbesar kedua di Indonesia, yaitu Muhammadiyah. Sebagai organisasi masyarakat yang berpandangan modern Muhammadiyah berpendapat bahwa Hari Santri bisa memunculkan pembatas antara kaum santri dan non-santri mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak hanya berisi para santri saja. Alasan lain adalah tanggal penetapan Hari Santri Nasional yaitu tanggal 22 Oktober merupakan sebuah peristiwa bersejarah bagi salah satu organisasi masyarakat saja yaitu Nahdatul ulama’ sehingga tidak bisa disebut sebagai representatif dari berbagai golongan masyarakat di Indonesia.

Secara keselurahan, perbedaan pandangan dalam menyikapi penetapan Hari Santri Nasional tersebut mengerucut pada dua organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, yaitu Nahdatul Ulama’ dan Muhammadiyah. Nahdatul Ulama’ merepresentasikan kelompok atau organisasi yang pro/setuju terhadap penetapan Hari Santri Nasional sementara Muhammadiyah merepresentasikan kelompok atau organisasi yang kontra/menolak penetapan Hari Santri Nasional.

Meskipun demikian, perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar, terutama di Indonesia yang menjamin warga negaranya untuk bebas berpendapat. Solusi utamanya bisa dilaksanakan dengan cara menyikapi dengan sewajarnya, yakni menghargai pendapat lain tanpa harus menjatuhkan pihak yang berbeda pendapat dan memberikan penghormatan yang layak meskipun tidak memiliki kesamaan pandangan. Singkirkan fanatisme terhadap kepentingan golongan dan utamakan persatuan dalam tubuh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Muslim merupakan bagian masyarakat terbesar di Indonesia, dan ulama serta santri merupakan pilar penting kaum muslim. Alasan ini cukup untuk menerima penetapan Hari Santri Nasional. Dan hal terpenting dari adanya hari santri nasional adalah menjadikan momen tersebut sebagai perenungan terhadap perjuangan para ulama terdahulu dan menjadikannya sebagai motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Dikutip dari: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24945/1/12360003_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf

Tinggalkan Balasan