23 tahun lalu, saat pertama kali menginjakkan kaki di Lombok. Tak ada satupun ada yang abah kenal, kecuali istriku sayang Dina Nurlaily Aprinaida dan bayi kecil waktu itu Cacak Jundu Muhammad Mufakkirul Islami, mama mertua dan Keluarga Kakak Joni Adiansyah, Kk Yudhi dan adek Ulfa.
Memulai perjuangan hidup tidaklah mudah dan ringan bahkan sampai 1 pekan sebelum ulang tahun ini, ujian-ujian itu terus datang.
Tetapi dalam prinsip hidup yang selalu abah sampaikan ke istri, anak-anak, keluarga dan Tim PAUD SD SMP SMA Pesantren Lenterahati Islamic Boarding School bahwa Allah memberikan ujian sesuai kadar kemampuan manusia dan percayalah setelah ujian akan datang kebahagiaan.
Maka abah bersyukur diberikan istri yang luar biasa, anak-anak cahaya mata keluarga yang selalu suport, tim Hebat Lenterahati Islamic Boarding School Nusa Tenggara Barat yang selalu bersama dalam suka dan duka, dan walisantri Pesantren Lenterahati Islamic Boarding School dari PAUD-SD-SMP-SMP-PESANTREN walau dulu tak pernah bertemu, berteman bahkan sebagian tidak kenal telah memberikan arti dan dukungan yang luar biasa.
Terimakasih ya Allah. Engkau telah titipkan amanah ini padaku. Berilah kekuatan untuk mengemban semua amanah yang ada mendidik generasi penerus perjuangan Islam dan Pemimpin Indonesia.
Ada banyak tak terhitung, ucapan milad ke abah. Ada tulisan bagus dari salah satu walisantri Gegen Redrebels yang putrinya ada 3 disini dan banyak lagi tulisan bagus, insyAllah lain kali akan abah bagikan sebagai pengingat abah, bahwa abah tidaklah sendiri.
=================
Abah yang Saya Kenal.
=================
Orang memanggilnya Abah, pertama kali mengenalnya lewat sebuah artikel di Lombok Post pada sekitar tahun 2011, kala itu ia menulis tentang pentingnya menanamkan tauhid pada anak, disamping itu, ia juga mengulas perihal pendidikan karakter pada anak usia dini.
Artikel itu kemudian menuntun saya untuk mengenal Abah lebih jauh, lebih-lebih saat itu, saya sedang dilanda kebingungan tentang bagaimana mendidik anak yang baik dan benar, maklumlah, kala itu status saya adalah orang tua yang baru memiliki satu anak, saya dan istri tidak berpengalaman dalam dunia parenting.
Sebagai seorang muslim, pemikiran saya tentang anak saat itu sederhana saja, saya ingin anak saya dibekali dengan spirit Islam, namun di lain sisi, saya juga ingin anak saya tidak gagap akan modernitas, pendeknya, saya ingin anak saya tumbuh sebagai generasi Islam yang modern dan berwawasan luas.
Hingga kemudian sebuah brosur pendidikan sampai di tangan saya, nama lembaganya Lenterahati, pengasuhnya tertulis Dr.Muhazar Habibi, mengeja nama pengasuhnya saya kemudian teringat tentang artikel di Lombok Post itu, tidak salah lagi, inilah nama yang terus menerus mengusik mimpi saya tentang cara membesarkan anak.
Tanpa ragu saya pun mendatangi Lenterahati yang saat itu berada di sebuah ruko di wilayah Karang Baru Mataram, namun, karena belum cukup umur, anak saya Flo disuruh datang tahun depan.
Tahun 2012, anak saya resmi menjadi siswa PAUD Lenterahati, kalau tidak salah ia adalah angkatan kedua di sekolah itu.
Menjadi walisantri, begitu sebutan wali murid di Lenterahati, memberikan saya kesempatan untuk mengenal Abah dengan lebih dekat, meskipun jarang berkomunikasi secara langsung, namun, segala hal yang menyangkut Abah saya simak dengan tekun. Abah Muhazar Habibi menurut saya adalah seorang pendidik tulen, ia sangat paham tentang apa yang mesti dilakukan sebagai seorang pendidik. Metode pembelajaran yang diterapkan di Lenterahati menurut saya cukup berbeda dengan lembaga pendidikan lainya.
Di Lenterahati masing-masing anak dianggap istimewa, tidak ada paksaan terhadap anak untuk menguasai semua bidang ilmu, para pendidik di Lenterahati sangat memahami bahwa masing-masing anak punya potensi dan minat yang berbeda dengan anak lainya. Mereka percaya bahwa setiap anak diciptakan istimewa oleh Tuhan.
Begitulah Lenterahati, di tangan Abah, Lenterahati kemudian tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang sangat diperhitungkan di NTB, jenjang pendidikan yang diawali dari PAUD dan TK ini, kini menjelma sebagai sekolah terpadu yang memiliki jenjang pendidikan mulai dari PAUD hinga SMU. Perjuangan Abah untuk menjadikan Lenterahati sebagai sekolah unggulan tidak melalui jalan yang lapang, banyak cobaan, fitnah, ujian serta air mata mengiringi perjalanan Lenterahati, saya sebagai walisantri adalah saksi hidup tentang itu semua.
Saya berkeyakinan, tanpa strong leadership yang dimiliki Abah serta keberkahan dari Allah, mustahil Lenterahati bisa seperti yang kita lihat saat ini. Banyak yang menilai, terutama para pengikut Abah yang ada di media sosial bahwa Abah adalah orang yang keras, anti kritik dan hanya mendengarkan pendapatnya sendiri. Kesan itupun sempat menghinggapi saya saat baru-baru mengenal Abah, namun, seiring waktu, saya mulai menyadari bahwa Abah bukanlah orang seperti itu.
Wajah Abah bagi saya adalah telaga keteduhan, ada semacam kenyamanan saat memandangnya dan yang hebatnya lagi, hampir di setiap perjumpaan, senyum tidak akan pernah lepas dari bibirnya. Abah memang keras akan hal yang ia yakini, ia akan tegas atas apa yang disebut sebagai ketidakadilan, kazaliman dan kemungkaran, selebihnya, ia adalah seorang pribadi yang lembut dan pemurah. Entah sudah berapa orang yang tidak begitu ia kenal ia beri modal usaha, siapapun yang datang ke Lenterahati dengan tujuan meminta bantuan, ia akan bantu sebisanya, selain itu, beberapa anak yang orang tuanya kurang mampu ia berikan beasiswa, bahkan, sejumlah anak ia gratiskan untuk sekolah di Lenterahati.
Dedikasinya untuk Lenterhati melebihi komitmenya tentang apapun, ia bersedia meninggalkan rumahnya dan menetap di Lenterahati guna membersamai para santri yang diamanahi pada dirinya. Saya tidak tahu tentang kehidupan ponpes di tempat lain, namun, di Lenterahati semua hal diinfokan secara terbuka dan fair, bahkan, untuk urusan pakaian dan sandal santri yang hilang saja, Abah dengan detail menyampaikanya.
Kini, tiga anak saya bersekolah di Lenterahati, yang paling besar duduk di kelas 8, yang nomor dua kelas 2 dan yang paling kecil masih berstatus anak TK. Bagi saya, tugas utama walisantri adalah mengilkhlaskan anaknya untuk dididik, keikhlasan kita konon akan berdampak pada perkembangan anak, dan untuk urusan teknis pengajaran, selama tidak menciderai hak-hak anak saya, saya hanya samiqna waatokna saja.
Yaumul Milad Abah-Muazar Habibi semoga tetap menjadi Lentera Hati bagi kami semua.