LENTERAHATI ISLAMIC BOARDING SCHOOL

Loading

ARTIKEL » Halaman 41

Bahaya Memuji Anak Di Media Sosial

Bahaya Memuji Anak Di Media Sosial

Abah Ust. MA Muazar Habibi, Psikolog
Pengasuh Pesantren LENTERAHATI Islamic Boarding School Nusa Tenggara Barat.

Hari-hari ini selain musim halal bi halal juga musim orangtua utamanya para mama upload keberhasilan dan segudang prestasi anak-anaknya yang lulus TK, SD, SMP, SMA bahkan Sarjana.

Tetapi yang lebih sering adalah orang tua yang utamanya adalah mama yang punya anak TK, SD dan SMP upload keberhasilan akademik, prestasi kejuaraan dan segudang penghargaan lainnya di medis sosial dengan bumbu-bumbi kalimat penyedap “hyperbola” seakan ananda satu-satunya yang “memiliki prestasi luar biasa”

Melihat anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang cerdas, sehat dan berprestasi apalagi jika anak berkebutuhan khusus lantas memiliki prestasi tak terduga dan luar biasa tentu saja membuat papa dan mama senang dan tentunya bangga. Pujian dan kata-kata manis pun seakan tiada henti ditulis mama dan ayah di media sosial.

Akan tetapi, tahukah mama dan papa bahwa terlalu sering memuji anak dimedia sosial justru menimbulkan dampak negatif untuknya. Benarkah?

Ya benar, berdasarkan beberapa literatur psikologi yang saya baca dan kebetulan saya mengambil jurusan Psikologi dengan kosentrasi Children and Family Therapy saat mengambil Profesi Psikologi di Monash University mempelajari bahwa anak-anak yang sering di puji secara berlebih apalagi melalui media sosial yang sang anak juga bisa mengakases “pujian sang mama dan papa di dinding FB dan IG nya, maka anak akan tumbuh dengan sifat NARSIS yaitu kata yang berasal dari “Narsisisme” (dari bahasa Inggris) atau “Narsisme” (dari bahasa Belanda), adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan.

Nantinya, sifat narsis pada anak akan membuat mereka menjadi pribadi yang dominan, superior, dan selalu merasa berhak terhadap penghargaan meskipun kontribusi mereka terbilang minim. Parahnya, kebiasaan sering dipuji dari kecil ini bisa membentuk ketakutan akan kegagalan.

Masalah lainnya yang tak kalah “menakutkan” adalah jika anak yang dipuja-puji berlebih di media sosial bukan anak tunggal dan orangtua lupa menyebut anak lainnya juga hebat sehebat yang sering di puji di media sosial, maka bahaya akan muncul ketika ia dewasa dengan kelainan psikologi persaingan antar saudara kandung dalam istilah ilmu Psikologi lebih popular disebut dengan Sibling Rivalry (rivalitas saudara kandung) karena salah satu saudaranya merasa “tidak diakui sebagai anak hebat oleh mama atau papanya”. Akibatnya kelak mereka bisa saling bermusuhan antar saudara, ngeri bukan?

Memuji prestasi anak sangat penting untuk tumbuh kembang mereka. Namun, Mama dan Papa harus tahu di mana batasnya. Orangrtua harus tahu bagaimana membedakan antara memuji sesuai porsinya dan memuji terlalu berlebihan. Berikut adalah empat alasan kenapa tidak boleh terlalu memuji anak di media sosial.

Pertama, Memanipulasi anak : Pujian hanya efektif untuk jangka pendek, ketika seorang anak mencari pengakuan dari orang tuanya. Namun, jika terlalu sering dilakukan, pujian itu bisa membuat anak ketergantungan. Ini akan menjadi tidak baik untuk mental anak.

Kedua Haus pujian : Anak akan menjadi haus pujian untuk segala hal yang mereka lakukan. Hal ini akan menimbulkan dampak negatif pada perkembangan mental anak. Mereka mungkin akan melakukan segala cara untuk mendapatkan pujian dari orang lain.

Ketiga, Mengurangi minat anak : Ketika orang tua memuji anak mereka secara berlebihan, anak mungkin akan kehilangan minat mereka pada sesuatu yang mereka lakukan. Sebab, itu terasa tak menantang bagi mereka.

Keempat, Menurunkan prestasi anak : Sebuah studi mengungkapkan bahwa anak yang terlalu sering dipuji, cenderung lebih mudah jatuh ketimbang mereka yang tidak. Salah satu alasannya adalah karena mereka tidak mampu berada di bawah tekanan. Mereka juga cenderung menghindari risiko.

Ketika anak berhasil mencapai prestasi baik akademik ataupun non akademik yang membanggakan, secara spontan orang tua utamanya seorang mama akan memujinya karena rasa bangga. Memuji anak memang bisa membuatnya senang dan semakin tertantang untuk melakukan prestasi lainnya. Namun, ada satu hal yang juga perlu orangtua cermati, bahwa memuji anak tidak selamanya berdampak positif apalagi dilakukan secara berlebih dan vulgar di media sosial yang sang anak juga bisa membaca dan melihat secara langsung.

Justru bila dilakukan terlalu sering akan dapat berdampak negatif, sebagai pengalaman saya menangani persoalan anak dan orangtua, saya menemukan beberapa aspek negatif yang ditimbulkan dari ungkapan atau pujian berlebih melalui media sosial terhadap perlembangan anak, yaitu :

Pertama, Membuat Anak Merasa Tertekan : Percaya atau tidak, beberapa anak justru akan merasa tertekan ketika ia dipuji. Karena takut ia tidak bisa menjadi seperti yang diharapkan oleh orang tuanya, justru hal ini akan membuatnya stres. Jika ingin memotivasi anak, lakukan dengan pilihan kata yang tepat tanpa harus membuatnya merasa terbebani.

Kedua, Pada Anak yang Sensitif, Pujian Bisa Dianggapnya Sebagai Celaan : Sebagai orang tua yang ingin agar anaknya selalu bangga dan percaya diri, orangtua berniat untuk selalu memujinya pada prestasi sekecil apa pun yang ia lakukan. Cara ini sebenarnya bukan yang terbaik. Justru jika orangtua yang sering dilakukan oleh mamanya memujinya pada hal-hal yang ia anggap sepele, akan membuatnya merasa seperti diejek. Akibatnya, hal ini juga akan berpengaruh pada mental anak. Sebaiknya, berikan ia motivasi untuk melakukan hal lain yang lebih besar dan yakinkan padanya bahwa ia bisa melakukannya. Dengan begitu, anak akan semakin merasa percaya diri akan kemampuannya.

Ketiga, Menjadikan Anak Pribadi yang “Gila Hormat” : Gila hormat di sini maksudnya, karena sudah terbiasa dipuji maka akan membuat anak kecanduan sehingga ketika melakukan hal sekecil apa pun, ia akan meminta untuk dipuji. Jika dampak negatif hal ini terus berlanjut, maka akan menumbuhkan pribadi yang arogan. Bagi orangtua mungkin bukan masalah, tapi bagaimana jika ia memintanya dari orang lain yang tidak seberapa memahami pribadinya? Tidak menutup kemungkinan, ketika tidak ada yang memujinya, ia menjadi kurang percaya diri.

Keempat, Membuat Anak Mudah Puas sehingga Kurang Bersemangat : Bagi sebagian anak, justru memujinya hanya akan membuatnya mudah puas dengan hasil yang dicapainya sehingga ia pun merasa tidak perlu lagi melanjutkan atau melakukan yang lebih baik lagi. Untuk itu, sebelum memuji, sebaiknya pahami betul karakter anak terlebih dahulu. Jika ia adalah orang yang mudah puas, maka hanya puji dia jika memang prestasi yang dilakukannya benar-benar prestasi yang besar. Jangan sampai Bunda justru membuat Si Kecil menghentikan usahanya karena ia berpikir bahwa usahanya sudah cukup.

Nah, para orangtua utamanya mama memuji anak boleh-boleh saja dilakukan, mengingat cara ini bisa memotivasinya untuk berusaha lebih giat lagi. Tapi, ingat, jangan dilakukan berlebih dan terlalu sering apalagi melalui media sosial baik FB, IG dan WAG karena bisa memberikan dampak negatif.

Karena sebagai orangtua harus memahami bahwa tidak selamanya anak akan mendapatkan prestasi seperti yang diperoleh saat ini, boleh kita titip foto pretasi anak di media sosial tetapi tidak perlu “lebay” dengan mengungkapkan secara berlebih prestasi yang di raih saat ini, jika ingin membuat memori tentang prestasi yang diperoleh anak bisa dilalukan dengan membeli album foto kemudian di tuliskan narasi tentang proses anak mendapatkan prestasi agar kelak ia bisa dipergunakan untuk evaluasi diri jika suatu saat prestasi yang diperolehnya jauh dari yang pernah dididapatkannya saat dulu di TK, SD atau SMP.

Sebagai penutup, yakinlah sebagai orangtua bahwa Allah menitipkan amanah anak-anak kepada kita adalah penciptaan terbaik dan tidak ada seorang hamba yang terlahir dengan sia-sia dan dengan bimbingan, cinta kasih dan mencarikan sekolah yang bisa mendidik tanpa diskriminasi maka kelak mereka akan menjadi insan yang berguna.

Note : Tulisan ini diambil dari berbagai sumber.

Makna Ketupat

Makna Ketupat

Arti dan Makna Filosofi Ketupat di Tanah Jawa

Ketupat tidak lepas dari perayaan Idul Fitri. Dalam perayaan Idul Fitri, tentunya di situ ada satu hal yang tidak pernah pisah dari perayaan Ketupat Lebaran. Istilah tersebut telah menjamur di semua kalangan umat Islam terutama di pulau Jawa.

Ketupat atau kupat sangatlah identik dengan Hari Raya Idul Fitri. Buktinya saja di mana ada ucapan selamat Idul Fitri tertera gambar dua buah ketupat atau lebih. Apakah ketupat ini hanya sekedar pelengkap hari raya saja ataukah ada sesuatu makna di dalamnya?

Ketupat

Sejarah Ketupat

Adalah Kanjeng Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan pada masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga membudayakan 2 kali BAKDA, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Kupat dimulai seminggu sesudah lebaran. Pada hari yang disebut BAKDA KUPAT tersebut, di tanah Jawa waktu itu hampir setiap rumah terlihat menganyam ketupat dari daun kelapa muda.

Setelah selesai dianyam, ketupat diisi dengan beras kemudian dimasak. Ketupat tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua, sebagai lambang kebersamaan.

Arti Kata Ketupat

Dalam filosofi Jawa, ketupat lebaran bukanlah sekedar hidangan khas hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat.
Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan.
Laku papat artinya empat tindakan.

Ngaku Lepat

Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun, dan ini masih membudaya hingga kini. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khusunya orang tua.

Laku Papat

Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran.

Empat tindakan tersebut adalah:
1. Lebaran.
2. Luberan.
3. Leburan.
4. Laburan.

Arti Lebaran, Luberan, Leburan dan Laburan
Lebaran

Lebaran bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar.

Luberan
Bermakna meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.

Leburan
Maknanya adalah habis dan melebur. Maksudnya pada momen lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.

Laburan
Berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.
Nah, itulah arti kata ketupat yang sebenarnya. Selanjutnya kita akan mencoba membahas filosofi dari ketupat itu sendiri.

Filosofi Ketupat:
1. Mencerminkan beragam kesalahan manusia.
Hal ini bisa terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat ini.
2. Kesucian hati.
Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.
3. Mencerminkan kesempurnaan.
Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak Idul Fitri.
4. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam pantun Jawa pun ada yang bilang “KUPA SANTEN“, Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten (Saya Salah Mohon Maaf).
Itulah makna, arti serta filosofi dari ketupat. Betapa besar peran para Wali dalam memperkenalkan agama Islam dengan menumbuhkembangkan tradisi budaya sekitar, seperti tradisi lebaran dan hidangan ketupat yang telah menjadi tradisi dan budaya hingga saat ini.

Secara umum ketupat berasal dan ada dalam banyak budaya di kawasan Asia Tenggara. Ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara maritim berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa (janur) yang masih muda. Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Lebaran, ketika umat Islam merayakan berakhirnya bulan puasa.

Makanan khas yang menggunakan ketupat, antara lain kupat tahu (Sunda), katupat kandangan (Banjar), Grabag (kabupaten Magelang), kupat glabet (Kota Tegal), coto makassar (dari Makassar, ketupat dinamakan Katupa), lotek, serta gado-gado yang dapat dihidangkan dengan ketupat atau lontong. Ketupat juga dapat dihidangkan untuk menyertai satai, meskipun lontong lebih umum.

Selain di Indonesia, ketupat juga dijumpai di Malaysia, Brunei, dan Singapura. Di Filipina juga dijumpai bugnoy yang mirip ketupat namun dengan pola anyaman berbeda.

Ada dua bentuk utama ketupat yaitu kepal bersudut 7 (lebih umum) dan jajaran genjang bersudut 6. Masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda. Untuk membuat ketupat perlu dipilih janur yang berkualitas yaitu yang panjang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.

Di antara beberapa kalangan di Pulau Jawa, ketupat sering digantung di atas pintu masuk rumah sebagai semacam jimat. Ada masyarakat yang memegang tradisi untuk tidak membuat ketupat di hari biasa, sehingga ketupat hanya disajikan sewaktu lebaran dan hingga lima hari (Jawa, sepasar) sesudahnya. Bahkan ada beberapa daerah di Pulau Jawa yang hanya menyajikan ketupat di hari ketujuh sesudah lebaran saja atau biasa disebut dengan Hari Raya Ketupat.

Di pulau Bali, ketupat (di sana disebut kipat) sering dipersembahkan sebagai sesajian upacara. Selain untuk sesaji, di Bali ketupat dijual keliling untuk makanan tambahan yang setaraf dengan bakso, terutama penjual makanan ini banyak dijumpai di Pantai Kuta dengan didorong keliling di sana.

Tradisi ketupat (kupat) lebaran menurut cerita adalah simbolisasi ungkapan dari bahasa Jawa ku = ngaku (mengakui) dan pat = lepat (kesalahan) yang digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam mensyiarkan ajaran Islam di Pulau Jawa yang pada waktu itu masih banyak yang meyakini kesakralan kupat. Asilmilasi budaya dan keyakinan ini akhirnya mampu menggeser kesakralan ketupat menjadi tradisi Islami ketika ketupat menjadi makanan yang selalu ada di saat umat Islam merayakan lebaran sebagai momen yang tepat untuk saling meminta maaf dan mengakui kesalahan.

Diambil dari berbagai sumber
Diolah Abah Muazar Habibi Pengasuh Lenterahati Islamic Boarding School

Sebuah Penantian

Sebuah Penantian!Tidak perlu baper lihat video ini! Inilah kita ketika nanti harus ditingal oleh anak-anak kita, berapapun jumlah anak kita. Kelak kita hanya berdua dengan pasangan kita.Saat tententu kita hanya bisa berharap mengulang masa lalu kumpul dengan anak-anak kita, walaupun kita tau belum tentu anak-anak kita ingin mengulang masa lalu kecilnya bersama kita karena mereka telah punya kehidupan sendiri pada masa dewasanya.Selamat menyaksikan, semoga manfaat.https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2196120743797811&id=100001997202810

Belajar Makna Kehidupan Dari Ananda Naja

SUBHANALLAH! ALLAHU AKBAR! LAILAHAILALLAH!

Alami lumpuh otak sejak lahir, Naja santri LENTERAHATI ISLAMIC BOARDING SCHOOL a
Anak berusia 9 Tahun (putra Agusfian Hidayatullah & Dahlia Andayani) Peserta Hafiz Indonesia 2019 Asal Mataram ini membuat semua orang merasa Bangga sekaligus malu. Dengan keterbatasanya dia mampu menghafal 30 juzz Al-quran.

Bagaimana dengan anak-anak kita?

Kami bangga dan haru ananda Naja, terimakasih telah mengajarkan kepada kita tentang makna kehidupan dan motivasi hidup.